Kamis, Maret 26, 2009

Al Aqsha Dalam Bahaya

Oleh: Amrozi M Rais,Lc.

Dua hari setelah tanggal 5 Juni 1967, pasukan Zionis Yahudi Israel berhasil masuk ke kota suci Al-Quds (Yerusalem) yang menjadi simbol peradaban kemanusiaan. Usai perang, yang dicatat kebanyakan orang selama 130 jam lebih. Tapi di lapangan, Zionis Israel hanya membutuhkan waktu enam jam saja untuk melumpuhkan basis-basis pertahanan pasukan Arab. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), melalui Dewan Keamanan (DK) kemudian mengeluarkan puluhan resolusi yang memerintahkan agar pasukan Zionis Israel keluar dari tanah jajahannya, terutama resolusi DK PBB nomer 242 tanggal 22 November 1967.

Namun reaksi Zionis Israel atas resolusi-resolusi itu dingin. Tak mau menggubris keputusan yang telah dikeluarkan oleh lembaga yang menjadi representasi dari negara-negara berdaulat di seluruh dunia tersebut. Dalam banyak perundingan yang digelar antara pihak Zionis Israel dengan pihak Palestina soal penyelesaian konflik Arab-Israel, status kota suci itu tidak menentu, karena;

Pertama, Zionis Israel selalu memberikan syarat terlebih dulu sebelum mengadakan perundingan dengan pihak Palestina, sementara jika pihak Arab (Palestina) untuk meminta hal serupa, Israel segera menolaknya.

Kedua, Zionis Israel selalu meminta untuk diakui eksistensinya di tanah Palestina oleh Arab, sementara mereka tak pernah mengakui hak-hak bangsa Palestina. Sejak berdirinya entitas Zionis Israel dibawah kepemimpinan pemerintahan Ben Gurion hingga Ehud Olmert sekarang ini, tak ada satu pernyataan dari para pemimpin Yahudi itu yang mau mengakui hak hidup dan hak kembali rakyat Palestina.

Ketiga, Negara Yahudi itu meminta pihak Palestina untuk mengakuinya sebagai 'negara' tapi pada saat yang sama mereka tidak membuat batas-batas teritorial negaranya. Hingga kini, satu-satunya negara yang masuk menjadi anggota PBB yang tidak memiliki batas-batas negaranya yang jelas, hanyalah Israel. Aneh bin ajaib.

Keempat, dalam agenda perundingan yang digagas, pihak Zionis Israel tidak pernah memasukkan klausul yang membahas soal kota Al-Quds dalam agenda-agenda tersebut. Karena bagi mereka kota suci itu adalah 'ibukota abadi' negara Yahudi di masa yang akan datang.

Inilah yang menjadikan mandulnya proses-proses perundingan yang digagas oleh dunia internasional, termasuknya di dalamnya Tim Kwartet (Amerika, Rusia, PBB dan Uni Eropa) dan negara-negara regional yang mengusulkan berdirinya dua negara hidup berdampingan secara damai.

Contohnya Amerika, yang sekarang menjadi polisi dunia, mereka tidak bisa menekan Zionis Israel untuk menerapkan inisiatif perdamaian yang AS usulkan, Peta Jalan Damai, katanya, yang salah satu poinnya adalah berdirinya negara Palestina yang merdeka dan berdaulat. Tapi mana kehendak Amerika untuk mewujudkan hal itu, sementara Zionis Israel tetap bertengger dan tidak mau keluar dari tanah Palestina sejak tahun 1967? Atau malah sebaliknya, Zionis Israel lah yang sejatinya mengendalikan dunia saat ini, bukan negara Paman Sam itu?

Nasib Masjid Al-Aqsha

Banyak orang yang lupa, atau seolah-oleh melupakan tentang pendudukan pasukan Zionis Israel ke masjid suci, Al-Aqsha. Padahal jelas-jelas Israel menodai masjid itu dengan masuknya mereka ke pelataran masjid. Bagi umat Islam, masjid Al-Aqsha adalah kiblat pertama mereka sebelum diperintahkan menghadap ke kiblat di Mekkah, masjid kedua yang dibangun di atas muka bumi setelah Ka'bah di Mekkah, tanah ketiga yang disucikan setelah Masjid Nabawi dan Masjidil Haram.

Otomatis sejak tanggal 8 Juni 1967 hingga sekarang, masjid suci, Al-Aqsha dalam genggaman musuh-musuh Islam. Ribuan penindasan dan penganiayaan telah dilakukan terhadap kiblat pertama umat Islam tersebut dan kota Al-Quds (Yerusalem). Diantarannya:

  1. Pada tanggal 21 Agustus 1969 seorang warga Australia keturunan Yahudi, Danis Rohan, membakar Al-Aqsha hingga mimbar Sholahuddin menjadi arang. Setelah ditangkap dan diadili, pihak pengadilan Zionis Israel membebaskannya karena si tertuduh hilang ingatan alias gila. Sebuah pengadilan yang tidak adil, lalu apa yang akan mereka lakukan terhadap mereka yang mau merusak tempat-tempat mereka? Tapi yang jelas dan riil, mereka telah memvonis, di pengadilan-pengadilan mereka, orang yang diklaimnya sebagai pendukung pelaku aksi 'teroris' dengan hukuman ratusan tahun plus seumur hidup.
  2. Tanggal 1 Mei 1980, kelompok radikal Yahudi Kahana meletakkan bom seberat 1 ton (TNT) di masjid Al-Aqsha untuk diledakkan. Namun upaya itu belum berhasil karena terungkap terlebih dulu.
  3. Tanggal 30 Juli 1980, pemerintah Zionis Israel mengumumkan secara resmi bahwa kota Al-Quds sebagai ibukota abadi negara Zionis tersebut. Bagi para pemimpin Yahudi, "Tidak ada artinya Israel tanpa Yerusalem dan Yerusalem tak ada artinya tanpa Solomon Temple" yang diklaim oleh mereka berada di bawah bangunan Masjid Al-Aqsha.
  4. Tanggal 8 Oktober 1990, kelompok Yahudi yang menamakan dirinya dengan ‘penjaga Haikal Sulaiman’ telah meletakkan batu pondasi bagi pembangunan Sinagog Yahudi di dalam masjid. Batu itu beratnya mencapai 3,5 ton. “Ini sejarah baru, masa penjajahan Islam telah berakhir dan kini bangsa Yahudi berkuasa!” kata Jarshon Salon, ketua kelompok tersebut.
  5. Tahun 1996 awal dimulainya penggalian di bawah masjid Al-Aqsha. Dan hingga kini, secara arsitek bangunan, Masjid Al-Aqsha kosong dari pondasi karena tergeser oleh penggalian-penggalian yang dilakukan Zionis Israel. Bahkan para ahli bumi mengatakan, 'jika ada gempa yang hanya berkekuatan 4,4 skala richter saja, maka bangunan masjid itu akan roboh'.
  6. Tanggal 28 September 2000, Ariel Sharon menginjakkan kaki kotornya di masjid, yang kemudian memicu meletusnya Intifadhah Al-Aqsha. Rakyat Palestina marah atas kelancangan yang dilakukan Sharon dengan menginjakkan kaki kotornya di masjid yang suci itu. Sejak meletusnya hingga sekarang, tercatat 5 ribu rakyat Palestina syahid dan ribuan lainnya luka-luka.
  7. Tanggal 6 Pebruari 2007, pemerintah Zionis Israel merobohkan jembatan yang menghubungkan ke pintu Magharibah. Bahkan secara tegas, PM Zionis Israel Ehud Olmert memerintahkan kepada media Israel untuk mengambil gambar penodaan itu dengan mengatakan, "Ambil gambar perobohan itu dan siarkan ke dunia bahwa masa Arab dan Islam atas tanah ini sudah berakhir. Yahudi saatnya berkuasa di tempat ini!"
  8. Beberapa bulan yang lalu, pemerintah Zionis Israel telah melarang jenazah umat Islam untuk dikuburkan di perkuburan Islam di dekat Masjid Al-Aqsha dengan alasan bahwa kuburan itu adalah tempat bersejarah peninggalan Yahudi.
  9. Tanggal 22 Maret 2009, Keamanan pemerintahan Israel melarang umat Islam (Syaikh Ahmad al-Fahd al-Ahmad al-Jabir as-Shabah dan Jibril ar-Ruhub) untuk melaksanakan shalat di Masjid al-Aqsha, Yerusalem.

Apa yang Bisa Diperbuat?

Dengan paparan di atas, minimal ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menyelamatkan masjid suci dan kiblat pertama umat Islam tersebut, diantaranya:

Pertama: Menurut asas politik Indonesia yang bebas dan aktif, pemerintah bisa mengusulkan masalah Palestina ke tingkat yang lebih tinggi, baik regional maupun internasional. Di tingkat regional, pemerintah RI bisa mengusulkan adanya desk di masing-masing parlemen di kawasan Asia Tenggara yang khusus membahas Palestina. Karena kesamaan rumpun dan kepercayaan yang dianut oleh negara-negara seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, Brunei dan Philipina. Di tingkat internasional, pemerintah RI bisa mendesak terus Dewan Keamanan PBB untuk menekan pihak entitas Zionis Israel agar menghentikan semua bentuk kejahatan dan pembunuhan kepada rakyat Palestina. Khususnya yahudisasi kota Al-Quds dan rencana jahat merobohkan masjid Al-Aqsha yang akan digantikan dengan sinagog Yahudi.

Kedua: Karena Indonesia sebagai negara terbesar dengan pemeluk Islam di dunia, maka peran ini bisa direalisasikan dalam sidang-sidang Organisasi Konferensi Islam (OKI). Misalnya RI mengusulkan dibentuknya network (jaringan) Palestina di setiap anggota OKI. Ini dilakukan untuk mempermudah koordinasi bila nanti dibutuhkan kerja sama riil di bidang sosial, pendidikan, kesehatan dan sumbangan kemanusiaan lainnya.

Ketiga: Segera membuka perwakilan atau kedutaan besar RI di Palestina. Karena di Jakarta sudah ada kedutaan besar Palestina. Ini penting dilakukan untuk mempermudah hubungan diplomatik antara kedua negara di kemudian hari.

Keempat: Mendorong dan memotivasi lembaga-lembaga swadaya masyarakat di Indonesia yang peduli dengan persoalan Palestina untuk bisa lebih peka lagi dan bila perlu, memberikan akses kemudahan saat lembaga-lembaga tersebut langsung memberikan bantuan kepada rakyat Palestina.

Penutup

Jika Palestina dan Masjid Al-Aqsha itu dalam genggaman umat Islam, maka kedamaian dan ketrentaman yang selalu menghiasi wilayah Palestina dan sekitarnya. Karena Al-Aqsho telah Allah janjikan keberkahannya, “…yang telah Kami berkahi sekelilingnya…”(QS Al-Isra : 1). Namun sebaliknya, jika Zionis Yahudi yang menguasainya maka kehancuran dan nestapa yang akan terus melanda bangsa Palestina, bahkan kepada dunia internasional yang masih mau menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan universal sekalipun.

Maukah kita sejenak memikirkan masalah ini, walaupun hanya sekedar membaca tulisan sederhana ini? Atau kita sibuk sendiri dengan problematikanya masing-masing? Ketahuilah, siang-malam orang-orang Yahudi itu tidak pernah tidur untuk menggantikan Masjid Al-Aqsha dengan sinagog Yahudi dan Solomon Temple?
Amrozi M. Rais, Direktur Center for Middle East Studies (Comes) Jakarta.

Tidak ada komentar:

 

blogger templates | Make Money Online